Sejarah Nyi Ageng Serang
Assalamualaikum Wr.Wb
Salam Sejahtera
Ok lasung saja siapa sih yang igin mendapat nilai yang sempurna tentu saja semua menginginkanya tapi semua itu tidak didapat begitu saja bukan? semua butuh usaha dan proses yang panjang, kunci mendapat nilai yang sempurna dalah belajar dengan giat dan ulet, maka dari itu saya disini ingin sedikit membatu proses pembelajaran teman-teman semua dengan sedikit ilmu yang telah saya pelajari sebelumnya dijejajang sekolah.
Pada kesempatan kali saya akan membagikan ilmu sedikit yang telah saya pelajari disekolah semoga saja artikel kali benar-benar bermanfaat utuk teman-teman semua. Langsung saja disimak materinya:
Sejarah Nyi Ageng Serang
Nyi Ageng Serang walau dia sebrang wanita tetapi juga panglima perang dan ahli strategi yang handal. Nyi Ageng Serang dilahirkan di Serang, sebuah desa terpencil, terletak 4O kilometer sebelah utara Solo pada tahun 1752. Tokoh wanita ini bernama asli Raden Ajeng Kustiah Retno Edi.
Kustiah dilahirkan di lingkungan bangsawan yang patriotis. Ayahnya adalah Pangeran Notoprojo yang diangkat menjadi Bupati Serang yang juga dikenal sebagai Panembahan Serang. Ketika Pangeran Mangkubumi mengangkat senjata melawan Belanda, Pangeran Notoprojo diangkat menjadi salah satu panglima perangnya.
Perlawanan Mangkubumi ini berakhir dengan ditanda tanganinya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Pangeran Mangkubumi naik tahta menjadi Sultan Hamengkubuwono yang berkedudukan di Yogyakarta. Panembahan Serang yang dalam hati tidak menyetujui perjanjian itu tetap memelihara pasukannya.
Situasi itu diketahui oleh Belanda sehingga diadakan penyerangan besar-besaran. Kustiah atau Nyi Ageng Serang yang sudah dewasa ikut serta memimpin pasukan untuk menahan serbuan Belanda. Pertempuran itu dimenangkan Belanda. Kustiahditangkap dan dibawa ke Yogyakarta. Beberapa lama kemudian, dia dikembalikan ke Serang. Untuk sementara waktu, dia hidup tenang sebagai pemimpin masyarakat dengan memendam hasratnya mengusir BeIanda.
Memasuki abad ke-19, Belanda makin mantap menancapkan kukunya di Jawa. Raja-raja Jawa, baik Surakarta maupun Yogyakarta hampir tak berdaya terhadap kekuasaan Belanda. Campur tangan pemerintah kolonial dalarn pengangkatan raja-raja serta penguasaan dan pengelolaan tanah-tanah rakyat menimbulkan sentimen anti-Belanda.
Kedudukan Belanda seperti itu ditambah dengan masalah intern keraton menyebabkan pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830). Nyi Ageng Serang yang dari awal tidak menyukai kehadiran pemerintah Belanda ikut menggabungkan diri. Nyi Ageng yang sudah berusia lanjut (73 tahun) bersama cucunya Raden Mas Papak memimpin pasukan mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro.
Pasukan terlibat dalam pertempuran-pertempuran di Purwodadi, Semarang, Demak, Kudus, Juwana, dan Rembang. Nyi Ageng Serang pernah memimpin sendiri pasukannya secara langsung dalam perang gerilya di sekitar desa Beku, Kabupaten Kulon Progo. Pasukannya pernah mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk mempertahankan daerah Prambanan yang telah direbut oleh Tumenggung Suronegoro dengan menghalau pasukan Belanda yang menjaganya, karena usianya yang sudah lanjut Nyi Ageng Serang selalu dipikul dengan tandu ke mana pun ia pergi.
Di atas tandu itu, dia memimpin pasukannya. Salah satu taktik yang jitu dalam medan pertempuran adalah penggunaan daun keladi hijau. Pasukannya diperintahkan untuk berkerudung daun keladi itu sehingga dari kejauhan tampaknya seperti kebun tanaman keladis. BiIa sudah dekat dan dalam jarak sasaran maka musuh akan diserang dandihancurkan.
Pangeran Diponegoro mengakui kehandalan taktik tokoh wanita ini sehingga mengangkatnya menjadi salah satu penasihatnya. Sebagai penasihat, Nyi Ageng Serang sejajardengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Joyokusumo dalam siasat perang.
Perang Diponegoro masih berlangsung, ketika ksatria wanita ini tutup usia karena sakit pada usia 76 tahun. Ia tetap ingin menyatu dengan perjuangan bangsanya dengan meminta para laskarnya untuk menguburkan jasadnya di Beku yang bersama pasukannya telah direbut dari Belanda lewat perang gerilya.
Terimakasih buat teman-teman semua telah mengunjungi blog saya yang alakadarnya ini, semoga artikel-artikel yang saya buat ini bisa benar-benar bermanfaat untuk teman-teman semua, apabila banyak kekurangan didalamnya mohon dimaafkan.
Salam Sukses..!!
Salam Sejahtera
Ok lasung saja siapa sih yang igin mendapat nilai yang sempurna tentu saja semua menginginkanya tapi semua itu tidak didapat begitu saja bukan? semua butuh usaha dan proses yang panjang, kunci mendapat nilai yang sempurna dalah belajar dengan giat dan ulet, maka dari itu saya disini ingin sedikit membatu proses pembelajaran teman-teman semua dengan sedikit ilmu yang telah saya pelajari sebelumnya dijejajang sekolah.
Pada kesempatan kali saya akan membagikan ilmu sedikit yang telah saya pelajari disekolah semoga saja artikel kali benar-benar bermanfaat utuk teman-teman semua. Langsung saja disimak materinya:
Sejarah Nyi Ageng Serang
Nyi Ageng Serang walau dia sebrang wanita tetapi juga panglima perang dan ahli strategi yang handal. Nyi Ageng Serang dilahirkan di Serang, sebuah desa terpencil, terletak 4O kilometer sebelah utara Solo pada tahun 1752. Tokoh wanita ini bernama asli Raden Ajeng Kustiah Retno Edi.
Kustiah dilahirkan di lingkungan bangsawan yang patriotis. Ayahnya adalah Pangeran Notoprojo yang diangkat menjadi Bupati Serang yang juga dikenal sebagai Panembahan Serang. Ketika Pangeran Mangkubumi mengangkat senjata melawan Belanda, Pangeran Notoprojo diangkat menjadi salah satu panglima perangnya.
Perlawanan Mangkubumi ini berakhir dengan ditanda tanganinya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Pangeran Mangkubumi naik tahta menjadi Sultan Hamengkubuwono yang berkedudukan di Yogyakarta. Panembahan Serang yang dalam hati tidak menyetujui perjanjian itu tetap memelihara pasukannya.
Situasi itu diketahui oleh Belanda sehingga diadakan penyerangan besar-besaran. Kustiah atau Nyi Ageng Serang yang sudah dewasa ikut serta memimpin pasukan untuk menahan serbuan Belanda. Pertempuran itu dimenangkan Belanda. Kustiahditangkap dan dibawa ke Yogyakarta. Beberapa lama kemudian, dia dikembalikan ke Serang. Untuk sementara waktu, dia hidup tenang sebagai pemimpin masyarakat dengan memendam hasratnya mengusir BeIanda.
Memasuki abad ke-19, Belanda makin mantap menancapkan kukunya di Jawa. Raja-raja Jawa, baik Surakarta maupun Yogyakarta hampir tak berdaya terhadap kekuasaan Belanda. Campur tangan pemerintah kolonial dalarn pengangkatan raja-raja serta penguasaan dan pengelolaan tanah-tanah rakyat menimbulkan sentimen anti-Belanda.
Kedudukan Belanda seperti itu ditambah dengan masalah intern keraton menyebabkan pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830). Nyi Ageng Serang yang dari awal tidak menyukai kehadiran pemerintah Belanda ikut menggabungkan diri. Nyi Ageng yang sudah berusia lanjut (73 tahun) bersama cucunya Raden Mas Papak memimpin pasukan mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro.
Pasukan terlibat dalam pertempuran-pertempuran di Purwodadi, Semarang, Demak, Kudus, Juwana, dan Rembang. Nyi Ageng Serang pernah memimpin sendiri pasukannya secara langsung dalam perang gerilya di sekitar desa Beku, Kabupaten Kulon Progo. Pasukannya pernah mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk mempertahankan daerah Prambanan yang telah direbut oleh Tumenggung Suronegoro dengan menghalau pasukan Belanda yang menjaganya, karena usianya yang sudah lanjut Nyi Ageng Serang selalu dipikul dengan tandu ke mana pun ia pergi.
Di atas tandu itu, dia memimpin pasukannya. Salah satu taktik yang jitu dalam medan pertempuran adalah penggunaan daun keladi hijau. Pasukannya diperintahkan untuk berkerudung daun keladi itu sehingga dari kejauhan tampaknya seperti kebun tanaman keladis. BiIa sudah dekat dan dalam jarak sasaran maka musuh akan diserang dandihancurkan.
Pangeran Diponegoro mengakui kehandalan taktik tokoh wanita ini sehingga mengangkatnya menjadi salah satu penasihatnya. Sebagai penasihat, Nyi Ageng Serang sejajardengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Joyokusumo dalam siasat perang.
Perang Diponegoro masih berlangsung, ketika ksatria wanita ini tutup usia karena sakit pada usia 76 tahun. Ia tetap ingin menyatu dengan perjuangan bangsanya dengan meminta para laskarnya untuk menguburkan jasadnya di Beku yang bersama pasukannya telah direbut dari Belanda lewat perang gerilya.
Terimakasih buat teman-teman semua telah mengunjungi blog saya yang alakadarnya ini, semoga artikel-artikel yang saya buat ini bisa benar-benar bermanfaat untuk teman-teman semua, apabila banyak kekurangan didalamnya mohon dimaafkan.
Salam Sukses..!!
0 Response to "Sejarah Nyi Ageng Serang"
Post a Comment